Sabtu, 25 April 2015

-Keperawatan Medikal Bedah (DISLOKASI)-

  LAPORAN PENDAHULUAN "DISLOKASI"



TINJAUAN TEORITIS
A.      DEFINISI
 Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner & Suddarth. 2001).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, 2000).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). 
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
B.       ETIOLOGI
1.      Umur
            Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia 30 tahun.
2.      Terjatuh atau kecelakan
            Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga lutut mengalami dislokasi.
3.      Pukulan
            Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4.       Tidak melakukan pemanasan
                        Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya pemanasan.
5.      Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
6.      Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
7.      Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
8.      Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
C.   MANIFESTASI KLINIS
1.      Adanya bengkak / oede
2.      Mengalami keterbatasan gerak
3.      Adanya spasme otot(kekauan otot)
4.      Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5.      Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6.      Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7.      Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya (tampak kemerahan).
8.      Perubahan kontur sendi
9.      Perubahan panjang ekstremitas
1     Kehilangan mobilitas normal
       Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

   D.   ANATOMI & FISIOLOGI






        Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1.      Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
2.      Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3.      Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4.      Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5.      Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6.      Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1.      Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan kolagen.
2.      Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, dan jaringan kolagen.
Fisiologi sel tulang
            Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit, osteoklas.
1.      Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
2.      Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3.      Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang. Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organi yang sudah tua berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga memberi tambahan kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang,yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga terjadi demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat. Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh. 
Vitamin D  memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D,hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang,antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :
1.      Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2.      Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak.
3.      Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak, serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening , tidak membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam plasma berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol disinovium karena didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung ( seperti sel mast, sel palsma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding pembuluh darah besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang disebut elastase.
E.       KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2.      Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3.      Dislokasi traumatik : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1.      Dislokasi Akut
                              Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2.      Dislokasi Berulang.
                                    Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1.      Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a.       Menguap atau terlalu lebar.
b.      Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
1.      Dislokasi Sendi Bahu
                        Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).
2.      Dislokasi Sendi Siku
            Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
3.      Dislokasi Sendi Jari
                        Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
4.      Dislokasi Panggul
      Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
5.      Dislokasi Patella
a.    Paling sering terjadi ke arah lateral.
b.   Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
c.    Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
d.   Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

F.             F. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan
a.       Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
ü  R   :  Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang penting untuk   mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
ü  I     :  Ice =  Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
ü  C   : Compression =  Membalut gunanya membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
ü  E    :  Elevasi =  Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b.      Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1.      Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2.      Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu sepuluh menit.
3.      Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua puluh menit.
4.      Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke bagian tubuh yang cedera.
c.       Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi
1.      Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh obat analgetik :
a.       Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
b.      Bimastan :
                                    Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg  lalu 250mg tiap 6jam.
2.      Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
3.      Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat, pemasangan gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi.
4.      Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan, termasuk penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya saling merapat.
       I.            H. KOMPLIKASI
Komplikasi dislokasi meliputi :
1.      Komplikasi dini
·         Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut.
·         Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
·         Fraktur dislokasi
·         Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
2.      Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat  
3.      Komplikasi lanjut
4.      Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
5.      Kelemahan otot
6.      Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.

 



 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar